Pada abad yang lalu, pemimpin Dinasti Han dari Tiongkok datang setiap orang yang mendekatinya untuk sebelumnya menguyah cengkih, agar harumlah napasnya. Cengkih, pala dan merika keluar mahal pada zaman Romawi. Cengkih menjadi bahan pengganti menukar oleh bangsa Arab pada abad pertengahan. Pada akhir abad ke-15, orang Portugis mengambil alih jalan bertukar menukar di Laut India. Bersama itu diambil alih juga perdagangan cengkih dengan perjanjian Tordesillas dengan Spanyol, selain itu juga dengan perjanjian dengan sultanTernate. Orang Portugis membawa banyak cengkih yang mereka peroleh dari kepulauan Maluku ke Eropa. Pada saat itu harga 1 kg cengkih sama dengan harga 7 gram emas. Perdagangan cengkih akhirnya disetujui oleh orang Belanda pada abad ke-17. Dengan susah payah orang Prancis berhasil membudayakan pohon Cengkih di Mauritius pada tahun 1770. Akhirnya cengkih dibudayakan di Guyana, Brasilia dan Zanzibar. Pada abad ke-17 dan ke-18 di Inggris harga cengkih sama dengan harga emas karena tingginya biaya. Karena cengkih ada salah satu bahan makanan yang sangat berkhasiat bagi warga dan sekitarnya yang mengonsumsi tanaman cengkih tersebut. Sampai sekarang cengkih menjadi salah satu bahan yang dikembalikan ke luar negeri. Pohon cengkih yang dianggap tinggal di Kelurahan Tongole, Kecamatan Ternate Tengah, sekitar 6 km dari pusat kota Ternate. Poho yang disebut Cengkih Afo ini disebut 416 tahun, tinggi 36,60 m, berdiameter 198 m, dan keliling batang 4,26 m. Setiap tahunnya ia mampu menghasilkan sekitar 400 kg bunga cengkih.
Minyak esensial dari cengkih memiliki fungsi anestetik dan antimikroba. Minyak cengkih sering digunakan untuk menghilangkan bau napas dan untuk menghilangkan sakit gigi. Zat yang terkandung dalam cengkih yang bernama eugenol, digunakan dokter gigi untuk meminta saraf gigi. Minyak cengkih juga digunakan dalam campuran tradisional chōjiyu (1% minyak cengkih dalam minyak mineral; "chōji" yang berarti cengkih; "yu" minyak yang berarti) dan digunakan oleh orang Jepang untuk digunakan dalam pembuatan pedang.
Daun salam California - daun pohon salam California (Umbellularia californica, Lauraceae), juga dikenal sebagai laurel California, Oregon myrtle, dan pepperwood, mirip dengan laurel bay Mediterania, juga memiliki rasa yang lebih kuat. Daun salam atau malabathrum India (Cinnamomum tamala, Lauraceae) berbeda dengan daun salam yang lebih pendek dan berwarna hijau muda sampai sedang, dengan satu vena besar di sepanjang daun, sementara daun tejpat (Cinnamonum tamala) Berwarna hijau zaitun, dan dengan tiga vena di sepanjang daun dan biasanya sangat berbeda, memiliki aroma dan rasa yang mirip dengan kulit kayu manis (cassia), tetapi lebih ringan. Daun salam Indonesia atau laurel Indonesia (daun salam, Syzygium polyanthum, Myrtaceae) tidak banyak ditemukan di luar Indonesia; ramuan ini diaplikasikan pada daging dan, lebih jarang, pada sayuran. Daun salam India Barat, daun pohon salam India Barat (Pimenta racemosa, Myrtaceae), digunakan oleh kuliner dan untuk menghasilkan cologne yang disebut bay rum.
Jika dimakan utuh, daun salam (Laurus nobilis) pedas dan memiliki rasa pahit yang tajam. Seperti banyak bumbu dan perasa, aroma daun salam lebih terlihat daripada rasanya. Saat kering, aromanya herbal, sedikit bunga, dan agak mirip dengan oregano dan thyme. Myrcene, yang merupakan komponen dari banyak minyak atsiri yang digunakan dalam wewangian, dapat diekstraksi dari daun salam. Mereka juga mengandung eugenol
Jika dimakan utuh, daun salam (Laurus nobilis) pedas dan memiliki rasa pahit yang tajam. Seperti banyak bumbu dan perasa, aroma daun salam lebih terlihat daripada rasanya. Saat kering, aromanya herbal, sedikit bunga, dan agak mirip dengan oregano dan thyme. Myrcene, yang merupakan komponen dari banyak minyak atsiri yang digunakan dalam wewangian, dapat diekstraksi dari daun salam. Mereka juga mengandung eugenol
Komentar
Posting Komentar